Halo teman-teman,
Lama tidak berjumpa.
Aku tau, banyak sekali yang mengantisipasi hadirnya email dari Paragraf Pagi Hari di kotak masuk setiap hari Senin.
Mungkin untuk menemani menyapu rumah, perjalanan ke kantor, ataupun memulai rutinitas pagi hari lainnya.
Sejujurnya, akhir-akhir ini bagiku tidak mudah. Cukup banyak transisi besar yang terjadi di hidupku.
Aku mencoba mengekpansi bisnisku beberapa bulan yang lalu. Aku mencoba membuka kelas-kelas premium, menyewa pelatih, dan juga berlangganan berbagai macam produk dan jasa untuk mendukung segala macam prosesnya.
Jujur saja, walaupun ada sedikit cahaya keberhasilan, output yang kudapatkan jauh dari target dan prediksi yang ditetapkan pada awalnya.
Aku memilih untuk berekspansi terlalu cepat dan ini berarti bahwa aku keteteran mengejar ketertinggalan karena bisnisku beberapa bulan terakhir beroperasi dengan cash flow minus (-).
Ditambah lagi, aku harus pindah dari Jepang ke Jerman untuk pertukaran pelajar 1 tahun. Proses aplikasi untuk program ini ini kubuat 2 semester sebelumnya, sehingga aku tidak begitu banyak bisa bertindak sesuai dengan situasi dan kartu yang kupegang saat ini.
Sekarang sudah sekitar 2 minggu setelah aku tiba di Jerman - dan aku menyadari bahwa sepertinya ini bukanlah keputusan yang terbaik untuk timeline-ku sekarang.
Hari-hari pertamaku di sini penuh dengan rasa kesepian dan rasa bahwa ada awan gelap yang datang karena aku harus meninggalkan banyak orang dan hal yang kuketahui untuk memulai dari nol.
Aku sangat menghargai rutinitasku. Setiap kali aku merasa ada di titik yang bagus dalam hidup, biasanya tidak jauh-jauh dari kenyataan bahwa aku sudah berhasil membangun suatu rutinitas yang bisa kuandalkan. Karena itu, biasanya aku paling merasa bahagia atau fulfilled bukan saat berlibur, tapi saat berada di tengah semester. Ada sesuatu yang lebih besar yang sedang kuperjuangkan.
Pindah ke Jerman ternyata lebih sulit dari yang kubayangkan. Memang, sangat mengasyikkan untuk bisa melihat dunia. Waktu sekolah dulu juga kuliah di Jerman menjadi salah satu impian terbesarku yang belum jadi terwujudkan. Akan tetapi, saat ini aku merasa bahwa aku sudah cukup priviliged, dimana aku dapat berpenghasilan sendiri dan dengan jumlah yang di atas rata-rata untuk usiaku saat ini. Ini artinya adalah bepergian ke luar negeri bukan lagi suatu angan-angan yang jauh rasanya. Aku tau bahwa jika sedikit bersabar dan menabung, aku bisa pergi hampir kemana saja aku mau.
Dengan ini, datanglah kesadaran bahwa ternyata yang paling penting bagiku bukanlah “berkelana di luar negeri”, tetapi bekerja untuk sesuatu yang kupedulikan.
Karena aku sadar bahwa ke luar negeri saat ini sudah terasa seperti pilihan dan bukan keajaiban, aku jarang sekali merasa ‘wah’ ketika menginjakkan kaki di suatu negara baru. Paling mentok, setelah fase euforia di beberapa hari pertama, aku kembali ke mode kebahagiaan standar dimana negara baru yang mengasyikkan ini sudah menjadi rutinitas. Perasaan ini lebih cepat tercapai ketika kita datang bukan untuk berlibur, tetapi untuk tinggal di suatu negara seperti yang kulakukan saat ini.
Aku tetap merasa bersyukur bisa berada di Jerman dan diberikan kesempatan untuk melihat dunia. Akan tetapi, rasanya ada semacam tarik tambang di dalam diriku. Aku bertanya, apakah ini tempat yang terbaik untukku berkontribusi?
Kebanyakan orang yang kulayani dan kupedulikan ada di Indonesia. Aku membuat konten, menulis, mewawancara berbagai orang hebat - agar orang Indonesia bisa belajar dari pengalamanku yang mungkin hanya bisa dirasakan langsung oleh segelintir orang privileged. Tahun ini, aku juga harus membuat adjustment besar dalam rencanaku menulis buku hanya karena aku memutuskan untuk pindah ke Jerman.
Sekarang, aku tinggal jauh dari keluarga. Kemungkinan besar, kakakku akan mengadakan “hari besar”nya tahun ini. Kalau ini terwujudkan, berarti mulai tahun depan keluarga kecilku bukan lagi keluarga kecil. Kalau rindu keluarga, nggak bisa tinggal pulang “ke rumah” karena sekarang rumah bagi setiap anggotanya sudah berbeda-beda.
Pindah ke Jerman membuatku merasa semakin terputuskan dari semua itu.
Aku tau, pada akhirnya aku akan beradaptasi dengan semua ini.
Aku yakin, setelah aku jatuh ke rutinitas dan menemukan komunitas dan orang-orang yang tepat, aku akan kembali merasa bahwa akhirnya ada suatu tempat di mana aku merasa belong di sana.
Aku cenderung pribadi yang optimis dan ketika aku mengatakan bahwa “semua akan baik-baik saja”, maka biasanya akan begitu.
Dua minggu lalu, di puncak stress-nya diriku setelah menginjakkan kaki di negara baru ini, itu yang kukatakan.
Sekarang, setelah memberikan waktu yang cukup bagiku untuk memproses apa yang kurasakan. Aku sudah mulai bisa bergerak lagi.
Aku mulai bikin video lagi, aku mulai nulis newsletter lagi, dan siang ini aku akan berangkat ke kampus lagi.
Terkadang, aku merasa bersalah karena hal yang luar biasa seperti ini bisa jadi suatu hal yang kueluhkan. Terlebih, ketika masih banyak masalah di dunia yang lebih urgen dan menekan.
Tapi, itulah kehidupan.
Aku akan memanfaatkan masa studiku di Jerman sebaik-baiknya. Bertemu dan belajar dengan banyak orang. Berkelana dan melihat sisi dunia yang berbeda untuk berefleksi dan membagikan kesimpulannya.
Aku akan kembali.
Salam,
Zahid